Selasa, 20 Maret 2018

RMK Etika Profesi: Teori Etika dan Pengambilan Keputusan Etis


TEORI ETIKA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS

A.      Etika Absolut versus Etika Relatif
Sampai saat ini masih terjadi perdebatan dan perbedaan pandangan di antara para etikawan tentang apakah etika bersifat absolut atau relatif. Para penganut paham etika absolut dengan berbagai argumentasi yang masuk akal meyakini bahwa ada prinsip-prinsip etika yang bersifat mutlak, berlaku universal kapan pun dan dimana pun. Sementara  itu, para penganut etika relatif dengan berbagai argumentasi yang juga tampak masuk akal membantah hal ini. Mereka justru mengatakan bahwa tidak ada prinsip atau nilai moral yang berlaku umum. Prinsip atau nilai moral yang ada dalam masyarakat berbeda-beda untuk masyarakat yang berbeda dan situasi yang berbeda pula.
Di antara tokoh-tokoh berpengaruh yang mendukung pahak etika relatif adalah Joseph Fletcher (dalam Suseno, 2006), yang terkenal dengan teori etika situasional-nya. Ia menolak adanya norma-norma moral umum karena kewajiban moral selalu bergantung pada situasi konkret, dan situasi konkret ini dalam kesehaeriannya tidak pernah sama.
Tokoh berpengaruh pendukung paham etika absolut antara lain Immanuel Kant dan James Rachels. Ada pokok teoritis yang umum di mana ada aturan-aturan moral tertentu yang dianut secara bersama-sama oleh semua masyarakat karena aturan-aturan itu penting untuk keleastarian masyarakat. Misalnya, aturan melawan kebohongan dan pembunuhan hanyalah dua contoh yang masih berlaku dalam semua kebudayaan yang tetap hidup, walaupun juga diakui bahwa dalam setiap aturan umum tentu saja ada pengecualiannya.
B.       Perkembangan Perilaku Moral
Teori perkembangan moral banyak dibahas dalam ilmu psikologi. Salah satu teori yang sangat berpengaruh dikemukakan oleh Kohlberg (dalam Atkinson et.al., 1996) dengan mengemukakan tiga tahap perkembangan moral dihubungkan dengan pertumbuhan (usia) anak.
Tingkat (Level)
Sublevel
Ciri Menonjol
Tingkat I
(Preconventional)
Usia < 10 tahun
1.      Orientasi pada hukuman
Mematuhi peratuan untuk menghindari hukuman
2.      Orientasi pada hadiah
Menyesuaikan diri untuk memperoleh hadiah/pujian
Tingkat II
(Conventional)
Usia 10-13 tahun
3.      Orientasi anak baik
Menyesuaikan diri untuk menghindari celaan orang lain
4.      Orientasi otoritas
Mematuhi hukum dan peraturan sosial untuk menghindari kecaman dari otoritas dan perasaan bersalah karena tidak melakukan kewajiban
Tingkat III
(Postconventional)
Usia > 13 tahun
5.      Orientasi kontrak sosial
Tindakan yang dilaksanakan atas dasar prinsip yang disepakati bersama masyarakat demi kehormatan diri
6.      Orientasi prinsip etika
Tindakan yang didasarkan atas prinsip etika yang diyakini diri sendiri untuk menghindari penghukuman diri

C.      Teori-Teori Etika
Suatu pengetahuan tentang ­suatu objek baru bisa dianggap sebagai disiplin ilmu bila pengetahuan tersebut telah dilengkapi dengan seperangkat teori tentang objek yang dikaji. Jadi, teori merupakan tulang punggung suatu ilmu.
Ilmu pada dasarnya adalah kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam (dan sosial) yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada, sedangkan teori adalah pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan (Suriasumantri, 2000)
Untuk memperoleh pemahaman tentang berbagai teori etika yang berkembang, berikut ini diuraikan secara garis besar beberapa teori yang berpengaruh.
a.      Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu:
1)      Egoisme psikologis, yaitu suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (selfish). Menurut teori ini, orang boleh saja yakin bahwa ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur dan/atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri.
2)      Egoisme etis, yaitu tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Bila saya belajar sampai larut malam agar bisa lulus ujian, atau saya bekerja keras agar memperoleh penghasilan yang lebih besar, atau saya mandi agar badan saya bersih, maka semua tindakan saya ini dapat dikatakan dilandasi oleh kepentingan diri.
Jadi, yang membedakan tindakan berkutat diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri (egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.
b.      Utilitarianisme
Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat). Paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut:
(1)   Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan, atau hasilnya).
(2)   Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
(3)   Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.
c.       Deontologi
Paham deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut. Suatu perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik. Hasil baik tidak pernah menjadi alasan untuk membenarkan suatu tindakan, melainkan hanya karena kita wajib melaksanakan tindakan tersebut demi kewajiban itu sendiri.
d.      Teori Hak
Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan hak asasi manusia (HAM).
e.       Teori Keutamaan (Virtue Tehory)
Teori keutamaan tidak menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Dasar pemikiran teori keutamaan berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang harus mencerminkan manusia hina. Dengan demikian, karakter/sifat utama dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Bartens (2000) memberikan beberapa contoh sifat keutamaan, antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati. Sedangkan untuk pelaku bisnis, sifat-sifat utama yang perlu dimiliki antara lain: kejujuran, kewajaran (fairness), kepercayaan, dan keuletan.
f.       Teori Etika Teonom
Peschke S. V. D (2003) mengkritik berbagai paham/aliran teori etika yang telah ada. Keterbatasan teori-teori yang ada adalah mereka tidak mengakui adanya kekuatan tak terbatas (Tuhan) yang ada di belakang semua hakikat keberadaan alam semesta ini. Oleh karena itu, mereka keliru menafsirkan tujuan hidup manusia hanya untuk memperoleh kebahagiaan/kenikmatan yang bersifat duniawi saja.
            Setiap manusia telah diberikan Tuhan potensi kecerdasan tak terbatas (kecerdasan hati nurani, intuisi, kecerdasan spiritual, atau apa pun sebutan lainnya) yang melampaui kecerdasan rasional. Tujuan tertinggi umat manusia hanya dapat dicapai bila potensi kecerdasan tak terbatas ini bisa dimanfaatkan.

D.      Teori Etika dan Hubungannya dengan Paradigma Hakikat Manusia dan Kecerdasan
No.
Teori
Paradigma
Penalaran Teori
Kriteria Etis
Tujuan Hidup
Hakikat Manusia dan Kecerdasan
1
Egoisme
Tinjauan dari tinakan
Memenuhi kepentingan pribadi
Kenikmatan duniawi secara individu
Hakikat tidak utuh
(PQ, IQ)
2
Utilitarianisme
Tujuan dari tindakan
Memberi manfaat/kegunaan bagi banyak orang
Kesejahteraan duniawi masyarakat
Hakikat tidak utuh
(PQ, IQ, EQ)
3
Deontologi – Kant
Tindakan itu sendiri
Kewajiban mutlak setiap orang
Demi kewajiban itu sendiri
Hakikat tidak utuh
(IQ, EQ)
4
Teori Hak
Tingkat kepatuhan terhadap HAM
Aturan tentang hak asasi manusia (HAM)
Demi martabat kemanusiaan
Hakikat tidak utuh
(IQ)
5
Teori Keutamaan
Disposisi karakter
Karakter positif-negatif individu
Kebahagiaan duniawi dan mental (psikologis)
Hakikat tidak utuh
(IQ, EQ)
6
Teori Teonom
Disposisi karakter dan tingkat keimanan
Karakter mulia dan mematuhi kitab suci agama masing-masing individ dan masyakarat
Kebahagiaan rohani (surgawi, akhirat, moksa, nirmala), mental, dan duniawi
Hakikat utuh
(PQ, IQ, EQ, SQ)

Cara lain untuk melihat hubungan berbagai teori etika yang dapat dilihat pada tabel berikut.
No.
Teori/Dimensi
Hubungan Teori
1
Tingkat Kesadaran
Hewani                        Manusiawi                  Transendental
2
Teori Tindakan
Egoisme                      Utilitarianisme            Teonom
3
Teori Hak dan Kewajiban
Hak                                                                  Kewajiban 
4
Teori Keutamaan
Manusia Hina                                                  Manusia Utama
5
Tujuan/Nilai
Duniawi                                                           Surgawi
6
Pemangku Kepentingan
Individu                      Masyarakat                  Tuhan    
7
Kebutuhan Maslow
Fisik                            Sosial                           Aktulisasi Diri
8
Tingkat Perkembangan Kohlberg
Hukuman                                                         Prinsip
9
Kecerdasan Covey
PQ                               IQ, EQ                         SQ
10
Etika Nafis
Psiko Etika                  Sosio Etika                  Teo Etika

E.       Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Etis
Sebuah keputusan atau tindakan dianggap etis atau ”benar” jika sesuai dengan standar tertentu. Para filsuf telah mempelajari standar mana yang penting selama berabad-abad, dan para ahli etika bisnis baru saja membangun hal ini dalam pekerjaannya. Kedua kelompok telah mengungkapkan bahwa tidak cukup hanya satu standar saja untuk memastikan keputusan etis. Akhirnya, kerangka kerja pengambilan keputusan etis (ethical decision making-EDM) mengusulkan bahwa keputusan atau tindakan akan dibandingkan dengan empat standar penilaian yang komprehensif dari perilaku etis.
Kerangka kerja EDM menilai etikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat dengan melihat:
1.      Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya;
2.      Hak dan kewajiban yang terkena dampak;
3.      Kesetaraan yang dilibatkan;
4.      Motivasi atau kebijakan yang diharapkan.
Tiga pertimbangan pertama, yaitu–konsekuensialisme, deontologi, dan keadilan–ditelaah dengan memfokuskan pada dampak dari keputusan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain, sebuah pendekatan yang dikenal sebagai analisis dampak pemangku kepentingan. Pertimbangan keempat–motivasi pembuat keputusan, merupakan suatu pendekatan yang dikenal sebagai etika kebajikan. Keempat pertimbangan tersebut harus diperiksa secara menyeluruh dan nilai-nilai etika yang tepat harus diterapkan dalam keputusan dan pelaksanaannya sehingga keputusan atau tindakan dapat dipertahankan secara etis.
a.       Pendekatan Filosofis
·         Konsekuensialisme, Utilitarianisme  atau Teleologi
·         Konsekuensialisme bertujuan untuk memaksimalkan hasil akhir dari sebuah keputusan
·         Sebuah perbuatan benar secara moral jika dan hanya jika tindakan tersebut mampu memaksimalkan kebaikan bersih
b.      Deontologi
·         Berfokus pada kewajiban atau tugas memotivasi keputusan atau tindakan, bukan pada konsekuensi dari tindakan
·         Kebenaran bergantung pada rasa hormat yang ditunjukkan dalam tugas, serta hak dan keadilan yang dicerminkan oleh tugas-tugas tersebut
c.       Etika Kebajikan (virtue Etchis)
·         Etika kebajikan berfokus pada karakter atau integritas moral para pelaku  dan melihat pada moral masyarakat, seperti masyarakat profesional untuk membantu mengidentifikasikan isu-isu etis dan panduan tindakan etis
·         Tiga kebajikan penting yaitu: keberanian, kesederhanaan dan keadilan

F.       Sniff Tests dan Aturan Praktis Umum–Tes Awal Etikalitas Sebuah Keputusan
Sniff Tests untuk Pengambilan Keputusan Etis:
    Akankah saya merasa nyaman jika tindakan atau keputusan ini muncul di halaman depan surat kabar nasional besok pagi?
    Akankah saya bangga dengan keputusan ini?
    Akankah ibu saya bangga dengan keputusan ini?
    Apakah tindakan atau keputusan ini sesuai dengan misi dan kode etik perusahaan?
    Apakah hal ini terasa benar bagi saya?
Aturan Praktis untuk Pengambilan Keputusan Etis:
    Golden rule: perlakukan orang lain seperti Anda ingin diperlakukan.
    Peraturan Pengungkapan: jika anda merasa nyaman dengan tindakan atau keputusan setelah bertanya pada diri sendiri apakah Anda akan keberatan jika semua rekan, teman, dan keluarga Anda menyadari hal itu, makan Anda harus bertindak atau memutuskan.
    Etika Intuisi: lakukan apa yang “firasat Anda” katakan untuk Anda lakukan.
    Imperatif Kategoris: jangan mengadopsi prinsip-prinsip tindakan, kecuali prinsip-prinsip tersebut dapat, tanpa adanya inkonsistensi, diadopsi oleh orang lain.
    Etika profesi: lakukan hanya apa yang bisa Anda jelaskan di depan komite dari rekan-rekan profesional Anda.
    Prinsip Utilitarian: lakukan “yang terbaik untuk jumlah terbesar”.
    Prinsip Kebajikan: lakukan apa yang menunjukkan kebajikan yang diharapkan.

G.      Pendekatan dan Kriteria Pembuatan Keputusan Etis
Konsekuensi, Utilitas
Menguntungkan?
Manfaat > Biaya
Risiko disesuaikan
Tugas, Hak, Keadilan
Tugas fidusia
Hak-hak individu
Keadilan, Legalitas
Harapan Kebajikan
Karakter
Integritas,
Keberanian, Proses

H.      Kepentingan Dasar Parra Pemangku Kepentingan
§  Kesejahteraan: Keputusan yang diusulkan akan menghasilkan lebih banyak keuntungan daripada biaya.
§  Keadilan: distribusi manfaat dan beban harus berimbang.
§  Hak: keputusan yang diusulkan tidak boleh melanggar hak pemangku kepentingan dan pembuat keputusan.
§  Sifat Kebajikan: keputusan yang diusulkan harus menunjukkan kebajikan seperti yang diharapkan.
Keempat kepentingan harus dipenuhi oleh sebuah keputusan untuk dipertimbangkan etis.

I.         Pendekatan untuk Mengukur Dampak yang Dapat Dihitung dari Keputusan yang Diajukan
A.    Hanya laba atau rugi
B.     A. ditambah eksternalitas (dengan kata lain, Analisis Biaya-Manfaat/ABM)
C.     B. ditambah probabilitas hasil (dengan kata lain, analisis Risiko-Manfaat/RBA)
D.    ABM atau RBA ditambah peringkat pemangku kepentingan

J.        Penilaian Dampak yang Tidak Dapat Dikuantifikasi
1.      Keadilan di antara para pemangku kepentingan
2.      Hak pemangku kepentingan
·         Kehidupan
·         Kesejahteraan dan keselamatan
·         Perlakuan adil
·         Penggunaan hati nurani
·         Harga diri dan privasi
·         Kebebasan berbicara

K.      Permasalahan Dalam Pengambilan Keputusan Etis
a.      Masalah bersama
b.     Mengembangkan aksi yang lebih etis
c.      Kekeliruan umum dalam pengambilan keputusan etis
   Menyetujui budaya perusahaan yang tidak etis
   Salah menafsirkan harapan masyarakat
   Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan dampak pada pemegang saham
   Berfokus hanya pada legalitas
   Batas keberimbangan
   Batas untuk meneliti hak
   Konflik kepentingan
   Keterkaitan di antara pemangku kepentingan
   Kegagalan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan
   Kegagalan untuk membuat peringkat kepentingan tertentu dari para pemangku kepentingan
   Mengacuhkan kekayaan, keadilan, atau hak
   Kegagalan untuk mempertimbangkan motivasi untuk keputusan
   Kegagalan untuk mempertimbangkan kebajikan yang diharapkan untuk ditunjukkan

L.       Langkah-langkah untuk sebuah Keputusan Etis
1.      Identifikasi fakta dan semua kelompok pemanku kepentingan serta kepentingan yang mungkin akan terpengaruh.
2.      Membuat peringkat para pemangku kepentingan serta kepentingan mereka, identifikasi yang paling penting dan lebih mempertimbangkan mereka dalam analisis.
3.      Menilai dampak dari tindakan yang diusulkan pada setiap kepentingan kelompok pemangku kepentingan berkenaan dengan kekayaan mereka, keadilan perlakuan, dan hak-hak lainnya, termasuk harapan kebajikan, menggunakan pertanyaan kerangka kerja yang komprehensif, dan memastikan bahwa perangkap umum yang dibahas nanti tidak masuk ke dalam analisis.

Tujuh langkah analisis keputusan etis yang digariskan oleh AAA (1993) sebagai berikut:
1.      Tentukan fakta–apa, siapa, di mana, kapan, dan bagaimana.
2.      Menatapkan isu etis.
3.      Mengidentifikasi prinsip-prinsip utama, aturan, dan nilai-nilai.
4.      Tentukan alternatif.
5.      Bandingkan nilai-niai dan alternatif, serta melihat apakah muncul keputusan yang jelas.
6.      Menilai konsekuensi.
7.      Membuat keputusan Anda.



Daftar Pustaka



Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana. 2011. Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat

Brooks. Leonard J. dan Paul Dunn. 2011. Etika Bisnis dan Profesi untuk Direktur, Eksekutif, dan Akuntan Edisi 5 Buku 1. Diterjemahkan oleh: Kanti Pertiwi. Jakarta: Salemba Empat




0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More